Bayangkan kalau statistik tersebut benar: satu perempat populasi global mengandalkan chatbot untuk hal-hal seperti menjadwalkan, mencari informasi, atau mengatur hidup sehari-hari. Ini menandai peralihan besar dari asisten manusia atau tradisional ke asisten digital.
Sektor pendidikan, kesehatan, keuangan, hingga layanan darurat pun berinovasi menggunakan chatbot sebagai “frontline” pertama. Misalnya, chatbot “medi-assist” yang memberikan saran awal berdasarkan gejala, atau chatbot “edu-tutor” yang melatih bahasa secara personal.
Dampaknya merata: efisiensi meningkat, akses layanan semakin inklusif; tapi muncul juga risiko seperti ketergantungan, hilangnya keterampilan interpersonal, serta tantangan privasi dan keamanan data.
Kesimpulan:
-
Klaim “1 dari 4 orang menggunakan chatbot sebagai asisten utama” belum didukung oleh data konkret.
-
Namun, tren penggunaan chatbot — baik dalam layanan pelanggan hingga fungsi sosial di kalangan remaja — menunjukkan bagaimana alat ini mulai semakin terintegrasi dalam hidup sehari-hari.
-
Jika memang angkanya mencapai 25%, itu akan menjadi perubahan paradigma besar dalam cara manusia berinteraksi dengan teknologi.
Temuan Menarik dari Data yang Ada:
-
Hingga 1,5 miliar orang di seluruh dunia telah secara aktif menggunakan chatbot, baik dalam konteks layanan pelanggan, informasi, maupun hiburan.Colorlib
-
Di bidang pelayanan pelanggan, sekitar 67% populasi global pernah menggunakan chatbot untuk dukungan—memberikan gambaran nyata penggunaan chatbot untuk kebutuhan praktis sehari-hari.DemandSage
-
Tak hanya interaksi bisnis, 52% remaja AS (usia 13–17) dilaporkan menggunakan chatbot setiap bulan untuk fungsi sosial, termasuk berlatih keterampilan interaksi, mengekspresikan emosi, atau mengatasi situasi personal.nypost.com